Assalamu 'alaikum wr . wb.
Terkait postinganku sebelumnya, bahwa saat ini kita tengah sama-sama berjuang untuk memperjuangkan masa depan kita nantinya. Yang begitu kita nanti-nantikan keberhasilannya. Sehingga perjuangan saat ini terbayar sudah. Kebanyakan dari kita pun pasti telah merencanakan masa depannya masing-masing dan sangat berharap agar rencana tersebut tak sebatas dalam angan, tapi terlaksana pada setiap detailnya. Tapi untuk seluruh temanku yang belum memiliki waktu luang sepertiku, yang setiap menitnya hanya digunakan untuk menulusuri layar, mungkin kesibukan kalian saat ini adalah salah satu check point yang harus kalian lalui. Dan sama sekali bukanlah jalan beralamat no where yang patut kalian sesali.
Allah SWT Mahaadil, Allah SWT Maha Pemberi Petunjuk, tidakkah kalian selalu meminta-Nya ketika beribadah setelah wudlu kepada-Nya?
QS. Al Fatihah ayat 6
Guys, aku mau sedikit cerita. Ini tentang aku yang akhirnya berada di check point ku saat ini dan sudah pasti karena-Nya.
Waktu kelas 11 kalau nggak salah smester 2 , kakak-kakak alumni sudah banyak yang datang untuk promosi universitasnya. Yang dari PTN bergengsi, ikatan dinas, dari fakultas teknik, kedokteran, bisnis, dan banyak lagi. Ini mungkin tahap paling early dari kegalauanku akan memilih kuliah. Then, randomly I chose Teknik Sipil. Nggak tahu kenapa, mungkin karena waktu itu aku ikut olim Fisika yang bahasannya cuma seputar mekanika. Aku pikir itu nyambung zzz. Dan karena setelah itu belum ada lagi promosi-promosi, Teknik Sipil bertahan sampai kelas 12 semester 1 akhir dan sudah mulai aku kembangkan, aku ingin melanjutkan ke Teknik Sipil UGM.
Angan-anganku waktu itu, akan menjadi seorang insinyur yang mengepalai sebuah proyek pembangunan jembatan yang megah. Bergaji besar tentunya. Akan tetapi, bagaimana pun rencana akan masa depanku, sebuah persetujuan orang tua mutlak adanya. Meskipun nantinya aku sendiri yang akan menjalani. Ternyata ibuku tak merestui keinginanku yang satu itu dengan alasan prospek ke depannya akan sulit sebelum mudahnya. Ya aku tahu setelah lulus, belum tentu langsung dapat kerja. Sebelum menjadi kepala, juga harus merasakan beratnya dikepalai. Seperti apapun alasanku, ibuku tetap tak membolehkan. Beliau terus bersikeras, dan memang kusadar, beliau butuh yang pasti untuk anaknya.
Semenjak itu, aku dan orang tuaku terus membincangkan pilihan-pilihan bagaimana aku ke depan. Ayahku memberiku keleluasaan untuk memilih terlebih dahulu, baru kemudian kami rundingkan.
Akan tetapi, ibuku... Seakan memberiku pilihan mati. Ambil Kependidikan di UNNES. Dengan alasan tertentu, ibuku selalu mengharapkanku untuku menjadi seorang guru, terserah guru apa, yang penting menyandang gelar pahlawan yang tak berlencana itu.
Sebuah pilihan yang berat, ketika dari kesekian pilihan hanya itu yang diizinkan. Walaupun ayahku lebih memberi kebebasan dari ibuku, tapi tak hanya restu ayah yang kubutuhkan, restu orang tua yang mutlak kubutuhkan. Seperti artikel temanku, restu adalah kunci.
Sempat aku negoisasikan beberapa pilihanku. Oke, kalau bukan teknik sipil, bagaimana kalau Teknik Fisika bu? Beliau tetap tak memperbolehkan. Bahkan niat ku memilih Fisika murni di UGM, belum beliau loloskan. Meskipun besar memiliki prospek menjadi pengajar, kalau tidak guru, dosen masih sama kan? Niatku yang tak beliau restui kali ini adalah pilihanku akan UGM. Beliau juga tak memperbolehkan aku kuliah di luar kota. Aku kuliah di UNNES pun juga diharuskan laju.
Saat itu aku nggak tahu harus bagaimana. Entah kini anganku akan masa depanku waktu itu, masih secerah pertama aku berani berencana atau tidak. Karena kini aku tiba pada jalan yang mengharuskanku putar balik. Mereset google map ku dan menyeting tujuanku menjadi... mungkin no where. Sempat kuberniat memberontak untuk tak mengikuti jalur tak bertujuan ini, tapi tujuh belas tahun ini aku tak diajarkan untuk membangkang orang tua. Bagaimanapun abstraknya gambaran masa depan yang nantinya aku jalani, setidaknya ini yang diharapkan orang tuaku. Meskipun nantinya aku tak sebahagia dibandingkan jika aku mengikuti mauku, setidaknya ada yang lebih bahagia. Orang tua.
Di saat itu aku sadar bahwa memang ini rute yang harus aku lalui. Tiba pada suatu titik di mana aku mempercayai daya yang lebih berkuasa dari yang aku punya. Aku yakin bahwa ini jalan yang terbaik dari rencana terbaik-Nya pula.
"Git kamu mau daftar mana?" sering aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini pada kelas 12 semester 2 awal. Dan ketika aku jawab, "Pendidikan Fisika, UNNES" nggak sedikit yang bilang: hah, masa sih? beneran? jangan bercanda deh..
Sebenarnya aku bingung, mana yang mengindikasikan bahwa aku bercanda akan jawabanku itu? Mungkin bagi mereka dengan prestasiku yang, katanya, sayang jika hanya didaftarkan di UNNES, jawabanku itu benar-benar lucu. Tapi tidakkah kalian tahu? -..-
Di saat teman-temanku yang lain menggalaukan pilihan-pilihan yang tersedia, aku hanya bisa mengiyakan apa mau orang tua. Berapa kali pun alumni masuk ke kelas berpromosi, sama sekali tak menarik minatku. Karena bagaimana pun, aku tak bisa bergeming dari pilihan yang telah orang tuaku pilihkan. Meskipung banyak temanku yang bilang sayang, yaa tapi mau bagaimana lagi.
Hingga tibalah waktu guru BK kami menyuruh untuk mendata rencana kuliah kami masing-masing, hal ini guna untuk pendaftaran SNMPTN. Dari kelasku kebanyakan memilih UGM pada berbagai prodi, banyak pula yang ITB, UI, UB, dll. Dan sudah pasti hanya akulah yang menulis UNNES. Setiap kelas kemudian mengumpulkan daftar tersebut. Lalu guru BK kami mengelompokkan dan mengurutkan. Mana yang kiranya memiliki prosentase diterimanya kecil, akan dirundingkan agar nantinya seluruh siswa-siswi SMANSSA diterima semua.
Waktu itu ketika pelajaran Fisika, ada salah satu temanku dari kelas sebelah memanggilku, mengatakan kalau aku dipanggil oleh guru BK. Setibanya di ruang BK, telah menanti guru-guru BK yang siap menanyaiku segudang pertanyaan seputar: Git kenapa kamu pengen ke UNNES, sedang nilaimu ini lho! Nggak pengen ke ITB atau UGM? Kan sayang Git. Kasian temenmu ini lo yang mau ke UNNES, saingannya seberat kamu. Well, aku lebih mengharapkan dimarahi karena melanggar aturan daripada menjawabi pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi yang sebenarnya ingin aku jawab: aku itu juga pengennya gitu Bu. Tapi pelan-pelan aku menjelaskan alasanku, termasuk karena orang tua dll. Akhirnya dua hari kemudian ibuku dipersilakan menemui guru BK.
Walaupun nggak terlalu berharap, tapi kuliah di UGM prodi Fisika itu sebuah impian yang tak mudah kupatahkan. Walaupun redup, tapi sinarnya masih tersisa. Menunggu sebuah kunci agar ruangan itu bisa bercahaya, yaitu restu. Dan ketika guru BK kembali memanggilku setelah kunjungan ibuku tersebut... Senang rasanya, guruku bilang, "Git, ibumu merestui". Seketika itu kuambil tipe-x dan meratakannya di atas Pendidikan Fisika UNNES, kemudian menorehkan tinta di atasnya Fisika UGM. Alhamdulillah :D
Untukku bisa memilih jurusan tersebut harus melewati berbagai pilihan-pilihan lain yang telah tergugurkan sebelumnya. Dari Teknik Sipil dan Teknik Fisika yang benar-benar tak direstui, akhirnya hati orang tuaku luluh pada Fisika UGM. Meskipun Pendidikan Fisika UNNES sempat dibekukan lamaaa sekali, selama sebuah gunung es bisa mencair. Aku hanya perlu melewati rute-rute memutar sebelum nantinya ku tahu sebenarnya ke mana aku menuju.
Guys, ternyata beginilah cara Allah menuntun hamba-Nya kejalan yang telah Dia pilihkan. Dia butuh sebuah bukti dari hamba-Nya yang benar-benar percaya bahwa Dialah Yang Maha Memberi Petunjuk, Yang Maha Berencana, dan Yang Maha Mengetahui jalan mana/ pilihan mana yang terbaik untuk hamba-Nya tersebut.
Kadang semua keinginan kita tak sejalan dengan apa yang Allah kabulkan, tapi sesungguhnya Allah mengabulkan apa yang kita butuhkan. Jika saat ini kita merasa berada di jalan yang seperti tak berujung ke manapun, percayalah kepada Allah. Bertawakallah. Pasti setelah itu kita langsung tahu bahwa jalan yang kita tempuh saat ini hanyalah rute yang Allah pilihkan sebelum nantinya mengarah ke jalan-jalan lainnya yang semakin dekat dengan sebuah akhir yang bisa saja seperti ingin kita sebelumnya. Atau bahkan lebih membahagiakan. Yang tak terduga, yang hanya Allah saja yang tahu pastinya.
Hehehe, sekian ceritaku kali ini.. Yang mungkin lebih tepatnya curhat :p
Aku cuma mau berbagi, biar teman-temanku yang sedang merasakan hal yang sama, meski kondisinya beda, bisa lebih bijaksana dalam langkahnya. Nggak terus down, dan tetap go on!!
Wassalamu 'alaikum wr.wb.
Terkait postinganku sebelumnya, bahwa saat ini kita tengah sama-sama berjuang untuk memperjuangkan masa depan kita nantinya. Yang begitu kita nanti-nantikan keberhasilannya. Sehingga perjuangan saat ini terbayar sudah. Kebanyakan dari kita pun pasti telah merencanakan masa depannya masing-masing dan sangat berharap agar rencana tersebut tak sebatas dalam angan, tapi terlaksana pada setiap detailnya. Tapi untuk seluruh temanku yang belum memiliki waktu luang sepertiku, yang setiap menitnya hanya digunakan untuk menulusuri layar, mungkin kesibukan kalian saat ini adalah salah satu check point yang harus kalian lalui. Dan sama sekali bukanlah jalan beralamat no where yang patut kalian sesali.
Allah SWT Mahaadil, Allah SWT Maha Pemberi Petunjuk, tidakkah kalian selalu meminta-Nya ketika beribadah setelah wudlu kepada-Nya?
QS. Al Fatihah ayat 6
Guys, aku mau sedikit cerita. Ini tentang aku yang akhirnya berada di check point ku saat ini dan sudah pasti karena-Nya.
Waktu kelas 11 kalau nggak salah smester 2 , kakak-kakak alumni sudah banyak yang datang untuk promosi universitasnya. Yang dari PTN bergengsi, ikatan dinas, dari fakultas teknik, kedokteran, bisnis, dan banyak lagi. Ini mungkin tahap paling early dari kegalauanku akan memilih kuliah. Then, randomly I chose Teknik Sipil. Nggak tahu kenapa, mungkin karena waktu itu aku ikut olim Fisika yang bahasannya cuma seputar mekanika. Aku pikir itu nyambung zzz. Dan karena setelah itu belum ada lagi promosi-promosi, Teknik Sipil bertahan sampai kelas 12 semester 1 akhir dan sudah mulai aku kembangkan, aku ingin melanjutkan ke Teknik Sipil UGM.
Angan-anganku waktu itu, akan menjadi seorang insinyur yang mengepalai sebuah proyek pembangunan jembatan yang megah. Bergaji besar tentunya. Akan tetapi, bagaimana pun rencana akan masa depanku, sebuah persetujuan orang tua mutlak adanya. Meskipun nantinya aku sendiri yang akan menjalani. Ternyata ibuku tak merestui keinginanku yang satu itu dengan alasan prospek ke depannya akan sulit sebelum mudahnya. Ya aku tahu setelah lulus, belum tentu langsung dapat kerja. Sebelum menjadi kepala, juga harus merasakan beratnya dikepalai. Seperti apapun alasanku, ibuku tetap tak membolehkan. Beliau terus bersikeras, dan memang kusadar, beliau butuh yang pasti untuk anaknya.
Semenjak itu, aku dan orang tuaku terus membincangkan pilihan-pilihan bagaimana aku ke depan. Ayahku memberiku keleluasaan untuk memilih terlebih dahulu, baru kemudian kami rundingkan.
Akan tetapi, ibuku... Seakan memberiku pilihan mati. Ambil Kependidikan di UNNES. Dengan alasan tertentu, ibuku selalu mengharapkanku untuku menjadi seorang guru, terserah guru apa, yang penting menyandang gelar pahlawan yang tak berlencana itu.
Sebuah pilihan yang berat, ketika dari kesekian pilihan hanya itu yang diizinkan. Walaupun ayahku lebih memberi kebebasan dari ibuku, tapi tak hanya restu ayah yang kubutuhkan, restu orang tua yang mutlak kubutuhkan. Seperti artikel temanku, restu adalah kunci.
Sempat aku negoisasikan beberapa pilihanku. Oke, kalau bukan teknik sipil, bagaimana kalau Teknik Fisika bu? Beliau tetap tak memperbolehkan. Bahkan niat ku memilih Fisika murni di UGM, belum beliau loloskan. Meskipun besar memiliki prospek menjadi pengajar, kalau tidak guru, dosen masih sama kan? Niatku yang tak beliau restui kali ini adalah pilihanku akan UGM. Beliau juga tak memperbolehkan aku kuliah di luar kota. Aku kuliah di UNNES pun juga diharuskan laju.
Saat itu aku nggak tahu harus bagaimana. Entah kini anganku akan masa depanku waktu itu, masih secerah pertama aku berani berencana atau tidak. Karena kini aku tiba pada jalan yang mengharuskanku putar balik. Mereset google map ku dan menyeting tujuanku menjadi... mungkin no where. Sempat kuberniat memberontak untuk tak mengikuti jalur tak bertujuan ini, tapi tujuh belas tahun ini aku tak diajarkan untuk membangkang orang tua. Bagaimanapun abstraknya gambaran masa depan yang nantinya aku jalani, setidaknya ini yang diharapkan orang tuaku. Meskipun nantinya aku tak sebahagia dibandingkan jika aku mengikuti mauku, setidaknya ada yang lebih bahagia. Orang tua.
Di saat itu aku sadar bahwa memang ini rute yang harus aku lalui. Tiba pada suatu titik di mana aku mempercayai daya yang lebih berkuasa dari yang aku punya. Aku yakin bahwa ini jalan yang terbaik dari rencana terbaik-Nya pula.
"Git kamu mau daftar mana?" sering aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini pada kelas 12 semester 2 awal. Dan ketika aku jawab, "Pendidikan Fisika, UNNES" nggak sedikit yang bilang: hah, masa sih? beneran? jangan bercanda deh..
Sebenarnya aku bingung, mana yang mengindikasikan bahwa aku bercanda akan jawabanku itu? Mungkin bagi mereka dengan prestasiku yang, katanya, sayang jika hanya didaftarkan di UNNES, jawabanku itu benar-benar lucu. Tapi tidakkah kalian tahu? -..-
Di saat teman-temanku yang lain menggalaukan pilihan-pilihan yang tersedia, aku hanya bisa mengiyakan apa mau orang tua. Berapa kali pun alumni masuk ke kelas berpromosi, sama sekali tak menarik minatku. Karena bagaimana pun, aku tak bisa bergeming dari pilihan yang telah orang tuaku pilihkan. Meskipung banyak temanku yang bilang sayang, yaa tapi mau bagaimana lagi.
Hingga tibalah waktu guru BK kami menyuruh untuk mendata rencana kuliah kami masing-masing, hal ini guna untuk pendaftaran SNMPTN. Dari kelasku kebanyakan memilih UGM pada berbagai prodi, banyak pula yang ITB, UI, UB, dll. Dan sudah pasti hanya akulah yang menulis UNNES. Setiap kelas kemudian mengumpulkan daftar tersebut. Lalu guru BK kami mengelompokkan dan mengurutkan. Mana yang kiranya memiliki prosentase diterimanya kecil, akan dirundingkan agar nantinya seluruh siswa-siswi SMANSSA diterima semua.
Waktu itu ketika pelajaran Fisika, ada salah satu temanku dari kelas sebelah memanggilku, mengatakan kalau aku dipanggil oleh guru BK. Setibanya di ruang BK, telah menanti guru-guru BK yang siap menanyaiku segudang pertanyaan seputar: Git kenapa kamu pengen ke UNNES, sedang nilaimu ini lho! Nggak pengen ke ITB atau UGM? Kan sayang Git. Kasian temenmu ini lo yang mau ke UNNES, saingannya seberat kamu. Well, aku lebih mengharapkan dimarahi karena melanggar aturan daripada menjawabi pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi yang sebenarnya ingin aku jawab: aku itu juga pengennya gitu Bu. Tapi pelan-pelan aku menjelaskan alasanku, termasuk karena orang tua dll. Akhirnya dua hari kemudian ibuku dipersilakan menemui guru BK.
Walaupun nggak terlalu berharap, tapi kuliah di UGM prodi Fisika itu sebuah impian yang tak mudah kupatahkan. Walaupun redup, tapi sinarnya masih tersisa. Menunggu sebuah kunci agar ruangan itu bisa bercahaya, yaitu restu. Dan ketika guru BK kembali memanggilku setelah kunjungan ibuku tersebut... Senang rasanya, guruku bilang, "Git, ibumu merestui". Seketika itu kuambil tipe-x dan meratakannya di atas Pendidikan Fisika UNNES, kemudian menorehkan tinta di atasnya Fisika UGM. Alhamdulillah :D
Untukku bisa memilih jurusan tersebut harus melewati berbagai pilihan-pilihan lain yang telah tergugurkan sebelumnya. Dari Teknik Sipil dan Teknik Fisika yang benar-benar tak direstui, akhirnya hati orang tuaku luluh pada Fisika UGM. Meskipun Pendidikan Fisika UNNES sempat dibekukan lamaaa sekali, selama sebuah gunung es bisa mencair. Aku hanya perlu melewati rute-rute memutar sebelum nantinya ku tahu sebenarnya ke mana aku menuju.
Guys, ternyata beginilah cara Allah menuntun hamba-Nya kejalan yang telah Dia pilihkan. Dia butuh sebuah bukti dari hamba-Nya yang benar-benar percaya bahwa Dialah Yang Maha Memberi Petunjuk, Yang Maha Berencana, dan Yang Maha Mengetahui jalan mana/ pilihan mana yang terbaik untuk hamba-Nya tersebut.
Kadang semua keinginan kita tak sejalan dengan apa yang Allah kabulkan, tapi sesungguhnya Allah mengabulkan apa yang kita butuhkan. Jika saat ini kita merasa berada di jalan yang seperti tak berujung ke manapun, percayalah kepada Allah. Bertawakallah. Pasti setelah itu kita langsung tahu bahwa jalan yang kita tempuh saat ini hanyalah rute yang Allah pilihkan sebelum nantinya mengarah ke jalan-jalan lainnya yang semakin dekat dengan sebuah akhir yang bisa saja seperti ingin kita sebelumnya. Atau bahkan lebih membahagiakan. Yang tak terduga, yang hanya Allah saja yang tahu pastinya.
Hehehe, sekian ceritaku kali ini.. Yang mungkin lebih tepatnya curhat :p
Aku cuma mau berbagi, biar teman-temanku yang sedang merasakan hal yang sama, meski kondisinya beda, bisa lebih bijaksana dalam langkahnya. Nggak terus down, dan tetap go on!!
Wassalamu 'alaikum wr.wb.
inspiratif banget git, :)
ReplyDeleteterimakasih lin, cuma mau sharing pengalaman aja :)
Delete